LAGU

Kamis, 22 Desember 2016

Kenangan Terindah Kelas VI Tahun 2016



Arti dan logo Muhammadiyah


Logo Muhammadiyah memiliki ciri khas berbentuk matahari yang memancarkan dua belas sinar putih mengarah ke segala penjuru. Di tengah-tengah matahari terdapat tulisan dengan huruf Arab : Muhammadiyah.
Pada lingkaran yang mengelilingi tulisan huruf Arab berwujud kalimat syahadat tauhid : asyhadu anal ila,ha illa Allah (saya bersaksi bahwasannya tidak ada Tuhan kecuali Allah); di lingkaran sebelah atas dan pada lingkaran bagian bawah tertulis kalimat syahadat Rasul : wa asyhadu anna Muhammaddar Rasulullah (dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah).
Seluruh Gambar matahari dengan atributnya berwarna putih dan terletak di atas warna dasar hijau daun.
Arti Logo Muhammadiyah
  • Matahari merupakan titik pusat dalam tata surya dan merupakan sumber kekuatan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Jika matahari menjadi kekuatan cikal bakal biologis, Muhammadiyah diharapkan dapat menjadi sumber kekuatan spiritual dengan nilai-nilai Islam yang berintikan dua kalimat syahadat.
  • Duabelas sinar matahari yang memancar ke seluruh penjuru diibaratkan sebagai tekad dan semagat warga Muhammadiyah dalam memperjuangkan Islam, semangat yang pantang mundur dan pantang menyerah seperti kaum Hawari (sahabat nabi Isa yang berjumlah 12)
  • Warna Putih pada seluruh gambar matahari melambangkan kesucian dan keikhlasan
  • Warna Hijau yang menjadi warna dasar melambangkan kedamaian dan dan kesejahteraan.


SEJARAH PERKEMBANGAN MUHAMMADIYAH DI INDONESIA

A. SEJARAH BERDIRINYA MUHAMMADIYAH DI INDONESIA
Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan KHA Dahlan .
Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya ditengah kesibukannya sebagai Khatib dan para pedagang.
Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut maka didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada diseluruh pelosok tanah air.
Disamping memberikan pelajaran/pengetahuannya kepada laki-laki, beliau juga memberi pelajaran kepada kaum Ibu muda dalam forum pengajian yang disebut “Sidratul Muntaha”. Pada siang hari pelajaran untuk anak-anak laki-laki dan perempuan. Pada malam hari untuk anak-anak yang telah dewasa.
KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana saat itu masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim yang kemudian memegang Muhammadiyah hingga tahun 1934.Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah menjadi Konggres Tahunan pada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah menjadi Muktamar tiga tahunan dan seperti saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan.
B. PERKEMBANGAN MUHAMMADIYAH DI INDONESIA
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW. sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW.
Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi.
Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik (ini dibuktikan dengan jumlah lembaga pendidikan yang dimiliki Muhammadiyah yang berjumlah ribuan). Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala aspeknya. Akan tetapi, ia juga menampilkan kecenderungan untuk melakukan perbuatan yang ekstrem.
Dalam pembentukannya, Muhammadiyah banyak merefleksikan kepada perintah-perintah Al Quran, diantaranya surat Ali Imran ayat 104 yang berbunyi: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. Ayat tersebut, menurut para tokoh Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk bergeraknya umat dalam menjalankan dakwah Islam secara teorganisasi, umat yang bergerak, yang juga mengandung penegasan tentang hidup berorganisasi. Maka dalam butir ke-6 Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan, melancarkan amal-usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi, yang mengandung makna pentingnya organisasi sebagai alat gerakan yang niscaya.
Sebagai dampak positif dari organisasi ini, kini telah banyak berdiri rumah sakit, panti asuhan, dan tempat pendidikan di seluruh Indonesia.
A. Latar Belakang Kelahiran
Muhammadiyah merupakan gerakan umat Islam yang lahir di Yogyakarta pada tanggal 8 Djulhijah 1330 H, atau tanggal 18 Nopember 1912 M. Muhammadiyah berasal dari bahasa Arab “Muhammad” yaitu nama nabi terakhir, kemudian mendapatkan ‘ya nisbiyah’ yang artinya menjeniskan. Jadi Muhammadiyah berarti umatnya Muhammad atau pengikutnya Muhammad. Tujuan : menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenarnya.
Berdasarkan situs resmi Muhammadiyah, Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 November 1912.
Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH Ahmad Dahlan untuk memurnikan ajaran Islam yang dianggap banyak dipengaruhi hal-hal mistik. Kegiatan ini pada awalnya juga memiliki basis dakwah untuk wanita dan kaum muda berupa pengajian Sidratul Muntaha. Selain itu peran dalam pendidikan diwujudkan dalam pendirian sekolah dasar dan sekolah lanjutan, yang dikenal sebagai Hooge School Muhammadiyah dan selanjutnya berganti nama menjadi Kweek School Muhammadiyah (sekarang dikenal dengan Madrasah Mu’allimin _khusus laki-laki, yang bertempat di Patangpuluhan kecamatan Wirobrajan dan Mu’allimaat Muhammadiyah khusus Perempuan, di Suronatan Yogyakarta).
Pada masa kepemimpinan Ahmad Dahlan (1912-1923), pengaruh Muhammadiyah terbatas di karesidenan-karesidenan seperti: Yogyakarta, Surakarta, Pekalongan, dan Pekajangan, daerah Pekalongan sekarang. Selain Yogya, cabang-cabang Muhammadiyah berdiri di kota-kota tersebut pada tahun 1922. Pada tahun 1925, Abdul Karim Amrullah membawa Muhammadiyah ke Sumatera Barat dengan membuka cabang di Sungai Batang, Agam. Dalam tempo yang relatif singkat, arus gelombang Muhammadiyah telah menyebar ke seluruh Sumatera Barat, dan dari daerah inilah kemudian Muhammadiyah bergerak ke seluruh Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. Pada tahun 1938, Muhammadiyah telah tersebar keseluruh Indonesia. Terdapat pula organisasi khusus wanita bernama Aisyiyah.
Muhammadiyah adalah gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi munkar, berasa Islam dan bersumber pada Al-Qur’an dan Hadist. Gerakan Muhammadiyah bermaksud untuk berta’faul (berpengharapan baik) dapat mencontoh dan meneladani jejak perjuangan nabi Muhammad SAW, dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam semata-mata demi terwujudnya izzul Islam wal muslimin, kejayaan Islam sebagai idealita dan kemuliaan hidup sebagai realita.
Faktor utama yang mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah hasil pendalaman K.H. Ahmad Dahlan terhadap Al Qur’an dalam menelaah, membahas, meneliti dan mengkaji kandungan isinya. Dalam surat Ali Imran ayat 104 dikatakan bahwa: “ Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”. Memahami seruan diatas, K.H. Ahmad Dahlan tergerak hatinya untuk membangun sebuah perkumpulan, organisasi atau perserikatan yang teratur dan rapi yang tugasnya berkhidmad pada pelaksanaan misi dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar di tengah masyarakat.
B. Visi dan Misi Muhammadiyah
1. Visi
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan watak tajdid yang dimilikinya senantiasa istiqomah dan aktif dalam melaksanakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar di semua bidang dalam upaya mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil’alamin menuju terciptanya/terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
2. Misi
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi munkar memiliki misi :
1. Menegakkan keyakinan tauhid yang murni sesuai dengan ajaran Allah SWT yang dibawa oleh para Rasul sejak Nabi Adam as. hingga Nabi Muhammad saw.
2. Memahami agama dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam untuk menjawab dan menyelesaikan persoalan-persoalan kehidupan.
3. Menyebar luaskan ajaran Islam yang bersumber pada Al-Qur’an sebagai kitab Allah terakhir dan Sunnah Rasul untuk pedoman hidup umat manusia.
4. Mewujudkan amalan-amalan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.
C. Faktor Internal dan Eksternal Lahirnya Muhammadiyah
1. Faktor obyektif yang bersifat Internal
a) Kelemahan dan praktek ajaran Islam.
Kelemahan praktek ajaran agama Islam dapat dijelaskan melalui dua bentuk
1. Tradisionalisme
Pemahaman dan praktek Islam tradisionalisme ini ditandai dengan pengukuhan yang kuat terhadap khasanah intelektual Islam masa lalu dan menutup kemungkinan untuk melakukan ijtihad dan pembaharuan-pembaharuan dalam bidang agama. Paham dan praktek agama seperti ini mempersulit agenda ummat untuk dapat beradaptasi dengan perkembangan baru yang banyak datang dari luar (barat). Tidak jarang, kegagalan dalam melakukan adaptasi itu termanifestasikan dalam bentuk-bentuk sikap penolakan terhadap perubahan dan kemudian berapologi terhadap kebenaran tradisional yang telah menjadi pengalaman hidup selama ini.
2. Sinkretisme
Pertemuan Islam dengan budaya lokal disamping telah memperkaya khasanah budaya Islam, pada sisi lainnya telah melahirkan format-format sinkretik, percampuradukkan antara sistem kepercayaan asli masyarakat-budaya setempat. Sebagai proses budaya, percampuradukkan budaya ini tidak dapat dihindari, namun kadang-kadang menimbulkan persoalan ketika percampuradukkan itu menyimpang dan tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam tinjauan aqidah Islam. Orang Jawa misalnya, meski secara formal mengaku sebagai muslim, namun kepercayaan terhadap agama asli mereka yang animistis tidak berubah. Kepercayaan terhadap roh-roh halus, pemujaan arwah nenek moyang, takut pada yang angker, kuwalat dan sebagainya menyertai kepercayaan orang Jawa. Islam, Hindu, Budha dan animisme hadir secara bersama-sama dalam sistem kepercayaan mereka, yang dalam aqidah Islam banyak yang tidak dapat dipertanggung jawabkan secara Tauhid.
b) Kelemahan Lembaga Pendidikan Islam
Lembaga pendidikan tradisional Islam, Pesantren, merupakan sistem pendidikan Islam yang khas Indonesia. Transformasi nilai-nilai keIslaman ke dalam pemahaman dan kesadaran umat secara institusional sangat berhutang budi pada lembaga ini. Namun terdapat kelemahan dalam sistem pendidikan Pesantren yang menjadi kendala untuk mempersiapkan kader-kader umat Islam yang dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan zaman. Salah satu kelemahan itu terletak pada materi pelajaran yang hanya mengajarkan pelajaran agama, seperti Bahasa Arab, Tafsir, Hadist, Ilmu Kalam, Tasawwuf dan ilmu falak. Pesanteren tidak mengajarkan materi-materi pendidikan umum seperti ilmu hitung, biologi, kimia, fisika, ekonomi dan lain sebagainya, yang justru sangat diperlukan bagi umat Islam untuk memahami perkembangan zaman dan dalam rangka menunaikan tugas sebagai khalifah di muka bumi ini. Ketiadaan lembaga pendidikan yang mengajarkan kedua materi inilah yang menjadi salah satu latar belakang dan sebab kenapa KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah, yakni untuk melayani kebutuhan umat terhadap ilmu pengetahuan yang seimbang antara ilmu agama dan ilmu duniawi.
2. Faktor Objektif yang Bersifat Eksternal
a. Kristenisasi
Faktor objektif yang bersifat eksternal yang paling banyak mempengaruhi kelahiran Muhammadiyah adalah kristenisasi, yakni kegiatan-kegiatan yang terprogram dan sistematis untuk mengubah agama penduduk asli, baik yang muslim maupun bukan, menjadi kristen. Kristenisasi ini mendapatkan peluang bahkan didukung sepenuhnya oleh pemerintah Kolonialisme Belanda. Missi Kristen, baik Katolik maupun Protestan di Indonesia, memiliki dasar hukum yang kuat dalam Konstitusi Belanda. Bahkan kegiatan-kegiatan kristenisasi ini didukung dan dibantu oleh dana-dana negara Belanda. Efektifitas penyebaran agama Kristen inilah yang terutama mengguggah KH. Ahmad Dahlan untuk membentengi ummat Islam dari pemurtadan.
b. Kolonialisme Belanda
Penjajahan Belanda telah membawa pengaruh yang sangat buruk bagi perkembangan Islam di wilayah nusantara ini, baik secara sosial, politik, ekonomi maupun kebudayaan. Ditambah dengan praktek politik Islam Pemerintah Hindia Belanda yang secara sadar dan terencana ingin menjinakkan kekuatan Islam, semakin menyadarkan umat Islam untuk melakukan perlawanan. Menyikapi hal ini, KH. Ahmad Dahlan dengan mendirikan Muhammadiyah berupaya melakukan perlawanan terhadap kekuatan penjajahan melalui pendekatan kultural, terutama upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui jalur pendidikan.
c. Gerakan Pembaharuan Timur Tengah
Gerakan Muhammadiyah di Indonesia pada dasarnya merupakan salah satu mata rantai dari sejarah panjang gerakan pembaharuan yang dipelopori oleh Ibnu Taymiyah, Ibnu Qayyim, Muhammad bin Abdul Wahhab, Jamaluddin al-Afgani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan lain sebagainya. Persentuhan itu terutama diperolah melalui tulisan-tulisan Jamaluddin al-Afgani yang dimuat dalam majalah al-Urwatul Wutsqa yang dibaca oleh KH. Ahmad Dahlan. Tulisan-tulisan yang membawa angin segar pembaharuan itu, ternyata sangat mempengaruhi KH. Ahmad Dahlan, dan merealisasikan gagasan-gagasan pembaharuan ke dalam tindakan amal yang riil secara terlembaga.
Dengan melihat seluruh latar belakang kelahiran Muhammadiyah, dapat dikatakan bahwa KH. Ahmad Dahlan telah melakukan lompatan besar dalam beritijtihad. Prinsip-prinsip dasar perjuangan Muhammadiyah tetap berpijak kuat pada al-Quran dan Sunnah, namun implementasi dalam operasionalisasinya yang memeiliki karakter dinamis dan terus berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman Muhammadiyah banyak memungut dari berbagai pengalaman sejarah secara terbuka (misalnya sistem kerja organisasi yang banyak diilhami dari yayasan-yayasan Katolik dan Protestan yang banyak muncul di Yogyakarta waktu itu.
1. C. Tokoh-Tokoh Muhammadiyah Dari Masa ke Masa
No Nama Awal Jabatan Akhir Jabatan
1 KH. Ahmad Dahlan 1912 1923
2 KH. Ibrahim 1923 1932
3 KH. Hisyam 1932 1936
4 KH. Mas Mansur 1936 1942
5 Ki Bagoes Hadikoesoemo 1942 1953
6 Buya AR Sutan Mansur 1953 1959
7 KH. M Yunus Anis 1959 1962
8 KH. Ahmad Badawi 1962 1968
9 KH. Faqih Usman 1968 1971
10 KH. AR. Fachruddin 1971 1990
11 KH. A. Azhar Basyir 1990 1995
12 Prof. Dr. H. Amien Rais 1995 2000
13 Prof. Dr. H. Ahmad Syafi’i Ma’arif 2000 2005
14 Prof. Dr. H. Din Syamsuddin 2005 Sampai Sekarang dan habis masa jabatannya tahun 2015
D. Perkembangan Muhammadiyah Di Indonesia
1. Perkembanngan secara Vertikal
Dari segi perkembangan secara vertikal, Muhammadiyah telah berkembang ke seluruh penjuru tanah air. Akan tetapi, dibandingkan dengan perkembangan organisasi NU, Muhammadiyah sedikit ketinggalan. Hal ini terlihat bahwa jamaah NU lebih banyak dengan jamaah Muhammadiyah. Faktor utama dapat dilihat dari segi usaha Muhammadiyah dalam mengikis adat-istiadat yang mendarah daging di kalangan masyarakat, sehingga banyak menemui tantangan dari masyarakat.
1. Perkembangan secara Horizontal
Dari segi perkembangan secara Horizontal, amal usaha Muhamadiyah telah banyak berkembang, yang meliputi berbagai bidang kehidupan. Perkembangan Muhamadiyah dalam bidang keagamaan terlihat dalam upaya-upayanya, seperti terbentukanya Majlis Tarjih (1927), yaitu lembaga yang menghimpun ulama-ulama dalam Muhammadiyah yang secara tetap mengadakan permusyawaratan dan memberi fatwa-fatwa dalam bidang keagamaan, serta memberi tuntunan mengenai hukum. Majlis ini banyak telah bayak memberi manfaat bagi jamaah dengan usaha-usahanya yang telah dilakukan:
1. Memberi tuntunan dan pedoman dalam bidang ubudiyah sesuai dengan contoh yang telah diberikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
2. Memberi pedoman dalam penentuan ibadah puasa dan hari raya dengan jalan perhitungan “hisab” atau “astronomi” sesuai dengan jalan perkembangan ilmu pengetahuan modern.
3. Mendirikan mushalla khusus wanita, dan juga meluruskan arah kiblat yang ada pada amasjid-masjid dan mushalla-mushalla sesuai dengan arah yang benar menurut perhitungan garis lintang.
4. Melaksanakan dan menyeponsori pengeluaran zakat pertanian, perikanan, peternakan, dan hasil perkebunan, serta amengatur pengumpulan dan pembagian zakat fitrah.
5. Memberi fatwa dan tuntunan dalam bidang keluarga sejahtera dan keluarga berencana.
6. Terbentuknya Departemen Agama Republik Indonesia juga termasuk peran dari kepeloporan pemimpin Muhammadiyah.
7. Tersusunnya rumusan “Matan Keyakinan dan Cita-Cita hidup Muhammadiyah”, yaitu suatu rumusan pokok-pokok agama Islam secara sederhana, tetapi menyeluruh.
Dalam bidang pendidikan, usaha yang ditempuh Muhammadiyah meliputi:
1. mendirikan sekolah-sekolah umum dengan memasukkan ke dalamnya ilmu-ilmu keagamaan, dan
2. mendirikan madrasah-madrasah yang juga diberi pendidikan pengajaran ilmu-ilmu pengetahuan umum.
Dengan usaha perpaduan tersebut, tidak ada lagi pembedaan mana ilmu agama dan ilmu umum. Semuanya adalah perintah dan dalam naungan agama. Dalam bidang kemasyarakatan, usaha-usaha yang telah dilakukan Muhammadiyah meliputi:
1. Mendirikan rumah-rumah sakit modern, lengkap dengan segala peralatan, membangun balai-balai pengobatan, rumah bersalin, apotek, dan sebagainya.
2. Mendirikan panti-panti asuhan anak yatim, baik putra maupun putri untuk menyantuni mereka.
3. Mendirikan perusahaan percetakan, penerbitan, dan toko buku yang banyak memublikasikan majalah-majalah, brosur dan buku-buku yang sangat membantu penyebarluasan paham-paham keagamaan, ilmu, dan kebudayaan Islam.
4. Pengusahaan dana bantuan hari tua, yaitu dana yang diberikan pada saat seseorang tidak lagi bisa abekerja karena usia telah tua atau cacat jasmani.
5. Memberikan bimbingan dan penyuluhan keluarga mengenai hidup sepanjang tuntunan Ilahi.
Dalam bidang politik, usaha-usaha Muhammadiyah meliputi:
1. Menentang pemerintah Hindia Belanda yang mewajibkan pajak atas ibadah kurban. Hal ini berhasil dibebaskan.
2. Pengadilan agama di zaman kolonial berada dalam kekuasaan penjajah yang tentu saja beragama Kristen. Agar urusan agama di Indonesia, yang sebagian besar penduduknya beragama Islam, juga dipegang oleh orang Islam, Muhammadiyah berjuang ke arah cita-cita itu.
3. Ikut memelopori berdirinya Partai Islam Indonesia. Pada tahun 1945 termasuk menjadi pendukung utama berdirinya partai Islam Masyumi dengan gedung Madrasah Mu’alimin Muhammadiyah Yogyakarta sebagai tempat kelahirannya.
4. Ikut menanamkan rasa nasionalisme dan cinta tanah air Indonesia di kalangan umat Islam Indonesia dengan menggunakan bahasa Indonesia dalam tabligh-tablighnya, dalam khotbah ataupun tulisan-tulisannya.
5. Pada waktu Jepang berkuasa di Indonesia, pernah seluruh bangsa Indonesia diperintahkan untuk menyembah dewa matahari, tuhan bangsa Jepang. Muhammadiyah pun diperintah untuk melakukan Sei-kerei, membungkuk sebagai tanda hormat kepada Tenno Heika, tiap-tiap pagi sesaat matahari sedang terbit. Muhammadiyah menolak perintah itu.
6. Ikut aktif dalam keanggotaan MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) dan menyokong sepenuhnya tuntutan Gabungan Politik Indonesia (GAPI) agar Indonesia mempunyai parlemen di zaman penjajahan. Begitu juga pada kegiatan-kegiatan Islam Internasional, seperti Konferensi Islam Asia Afrika, Muktamar Masjid se-Dunia, dan sebagainya, Muhammadiyah ikut aktif di dalamnya.
7. Pada saat partai politik yang bisa amenyalurkan cita-cita perjuangan Muhammadiyah tidak ada, Muhammadiyah tampil sebagai gerakan dakwah Islam yang sekaligus mempunyai fungsi politik riil. Pada saat itu, tahun 1966/1967, Muhammadiyah dikenal sebagai ormaspol, yaitu organisasi kemasyarakatan yang juga berfungsi sebagai partai politik.
Dengan semakin luasnya usaha-usaha yang dilakukan oleh Muhammadiyah, dibentuklah kesatuan-kesatuan kerja yang berkedudukan sebagai badan pembantu pemimpin persyarikatan. Kesatuan-kesatuan kerja tersebut berupa majelis-majelis dan badan-badan. Selain majelis dan lembaga, terdapat organisasi otonom, yaitu organisasi yang bernaung di bawah organisasi induk, dengan amasih tetap memiliki kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Dalam persyarikatan Muhammadiyah, organisasi otonom (Ortom) ini ada beberapa buah, yaitu:
1. ‘Aisyiyah
2. Nasyiatul ‘Aisyiyah
3. Pemuda Muhammadiyah
4. Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM)
5. Ikatan Mahasiswa Muhamadiyyah (IMM)
6. Tapak Suci Putra Muhamadiyah
7. Gerakan Kepanduan Hizbul-Wathan
Organisasi-organisasi otonom tersebut termasuk kelompok Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM). Keenam organisasi otonom ini berkewajiban mengemban fungsi sebagai pelopor, pelangsung, dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah.
E. Pemikiran/Gagasan Tokoh-Tokoh Muhammadiyah
1. K.H. Ahmad Dahlan, lahir di Yogjakarta 1 Agustus 1868, ia berasal adari elit keagamaan kesultanan Yogjakarta, menjadi haji tahun 1890, sekembalinya dari Mekkah, gagasanya memperbaharui Islam melalui organisasi yang dibentuknya. Hingga tahun 1925 Muhammadiyah telah mendirikan 50 buah sekolah dengan jumlah murid 4000 orang, balai pengobatan dan panti asuhan.
2. K.H. Ibrahim,lahir 7 Mei 1874 di Yogjakarta, beliau adik Nyai Ahmad Dahlan. Pada masa ini Muhammadiyah mengalami perkembangan yang pesat. Gagasannya adalah 1) kaum ibu supaya rajin beramal dan beribadah, senantiasa mengingat Allah, rajin menjalankan perintah agama Islam, 2) pengajian model sorogan, yaitu belajar prifat bersifat sindividual terutama untuk anak-anak muda, dan model weton, yaitu cara mengajar mengaji kyai membaca sedang santri-santrinya mendengarkan dengan memegang kitabnya masing-masing, 3) konggres mulai diadakan secara bergiliran diseluruh kota Indonesia, seperti konggres Muhammadiyah ke 15di Surabaya, kemudian berturut-turut setelah itu di selenggarakan di kota Pekalongan, Solo, Bukittinggi, Makasar dan Semarang, 4) bea siswa, khitanan massal, memperbaiki badan perkawinan dan menjodohka putra-putri Muhammadiyah, penurunan gambar KH. Ahmad Dahlan, karena ada indikasi mengkultuskan beliau, 5) member kebebasan pada golongan muda untuk mengekspresikan cara-cara berdakwah.
3. KH. Hisyam, lahir Yogjakarta, 10 November 1883, pada pereode ini perekembangan sekolah sekolah Muhammadiyah tumbuh subur bak jamur, karena beliau lebih memperhatikan tentang pendidikan dan pengajaran .Gagasannya, tentang 1) ketertiban administrasi dan menejemen organisasi, 2) modernisasi sekolah-sekolah Muhammadiyah, sampai masa berakhir kepemimpinannya tahun 1932 telah berdiri 103 volkschool, 47 Standaardschool, 69 hollandschool Inlandsche School ( HIS), dan 25 Schael School , yaitu sekolah lima tahun yang menyambung ke MULO ( Meer Uitgedbreid lager Onderwijs) setara dengan SMP saat ini., 5) menerima subsidi dari pemerintah Hindia Belanda.
4. Mas Mansyur, lahir Surabaya 25 Juni 1896, pahlawan nasional dan anggota 4 serangkai dalam pergerakan Nasional Indonesia. Gagasannya, 1) membentuk majlis diskusi bersama (Tawsir al- Afkar) berdiri karena latar belang kekolotan masyarakat Surabaya 2) membebaskan tanah air dari penjajahan, 3) menerbitkan majalah Suara Santri, 4) memperbolehkan bunga bank.
5. Ki Bagus Hadikoesoemo, lahir Yogjakarta, dengan nama R Hidayat, 24 November 1890, merupakan tokoh kuat patriotik, anggota BPUPKI dan PPKI. Gagasanya, 1) sangat besar peranannya dalam mukodimah UUD 1945, dengan memberikan landasan ketuhanan, kemanusiaan, keberadaban, dan keadilan, 2) merumuskan pokok-pokok pikiran KH. Ahmad Dahlan yang dijadikan muqodimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, 3) memperlakukan hukum agama Islam, 4) menentang penghormatan kepada dewa matahari pada masa pemerintahan Jepang,
6. Prof. Dr. Amin Rais, lahir di Solo, 26 April 1944, ia politikus yang pernah menjabat ketua MPR pereode 1999 -2004, seorang yang kritis pada kebijakan pemerintah, dijuluki “King Maker” dalam jabatan Presiden Indonesia saat awal reformasi. Gagasanya, 1) mendirikan PAN dan membawa organisasi ke partai politik, 2) mendukung evaluasi kontrak karya terhadap PT Freeport Indonesia.
7. Prof. Dr.Ahmad Syafi’i Ma’arif, lahir Sijunjung Sumatera Barat, 31 Mei 1935, tokoh ilmuwan yang mempunyai komitmen kebangsaan yang kuat, sikap yang plural, kritis dan bersahaja. Gagasannya tertuang dalam tulisan-tulisannya seperti dalam buku Dinamika Islam dan Islam Mengapa Tidak ?
8. Prof. Dr. Din Syamsudin, lahir Sumabawa Besar, Nusatengara Tenggara Barat, 31 Agustus 1958, politisi yang saat ini masih menjabat sebagai ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Gagasannya, ia memandang bahwa terorisme lebih relevan bila dikaitkan dengan isu poliik dibanding dengan isu idilogi, ia juga tidak senang bila sebagian kelompok umat Islam menggunakan label Islam dalam melakukan aksi terorisme, menurutnya, aksi terorisme yang mengatasnamakan Islan akan merugikan umat Islam baik dalam tingkat internal umat Islam atau pada skala global
9. HAMKA, nama singkatan dari Haji Abdul Malik Karim ‘Amrullah ( Maninjau, Sumatera Barat 16 Februari 1908 – Jakarta, 24 Juli 1981), tokoh dan pengarang Islam. Putera seorang ulama terkemuka, terkenal dengan Haji Rasul dan medapat gelar doctor dari Al- Azhar ( 1955), membawa pembaharuan dalam soal agama di Minangkabau , pendidikan formal SD tetapi banyak belajar sendiri , terutama dalam bidang agama. Keahlian dalam Islam diakui oleh Internasional sehingga mendapat gelar kehormatan dari Al-Azhar tahun 1955 dan Universitas Kebangsaan Malaysia ( 1976). Tahun 1924 beliau merantau di pulau Jawa, untuk belajar antara lain kepada H.O.S. Tjokroaminoto dan aktif dalam organisasi Muhammadiyah. Karya tulisnya adalah, Di Bawah Lindungan Ka’bah, Tenggelamnya Kapal van der Wijck, Merantau ke Deli, Di Dalam Lembah Kehidupan.
10. H. Abul Karim Oei ( Oei Tjen Hien ), lahir di Padang Panjang, 1905, mantan anggota parlemen RI dan mendirikan organisasi etnis Tionghoa Islam dengan nama Persatuan Islam Tionghoa Indonesia/ PITI. Mantan komisaris BCA dan akktif dalam pembauran / asimilasi Gagasannya, kesadaran harus hidup keluar dari lingkungan etnisnya.


TOKOH MUHAMMADIYAH DARI MASA KE MASA

1. KH. Ahmad Dahlan
Hasil gambar untuk gambar kh. ahmad dahlan
Kyai Haji Ahmad Dahlan (lahir di Yogyakarta1 Agustus 1868 – meninggal di Yogyakarta23 Februari 1923 pada umur 54 tahun) adalah pendiri Organisasi Islam Muhammadiyah sekaligus seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah putera keempat dari tujuh bersaudara dari keluarga K.H. Abu Bakar. KH Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu, dan ibu dari K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat penghulu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada masa itu. Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H, telah banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan ummat, dengan dasar iman dan Islam.

2.  KH. Ibrahim
KH. Ibrahim dilahirkan di kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 7 Mei 1874. Ia adalah putra dari KH. Fadlil Rachmaningrat, seorang Penghulu Hakim Negeri Kesultanan Yogyakarta pada zaman Sultan Hamengkubuwono ke VII (Soedja`. 1933: 227), dan ia merupakan adik kandung Nyai Ahmad Dahlan.

Ibrahim menikah dengan Siti Moechidah binti Abdulrahman alias Djojotaruno (Soeja`. 1933:228) pada tahun 1904. Pernikahannya dengan Siti Moechidah ini tidak berlangsung lama, karena istrinya segera dipanggil menghadap Allah. Selang beberapa waktu kemudian Ibrahim menikah dengan ibu Moesinah putri ragil dari KH. Abdulrahman (adik kandung dari ibu Moechidah). KH. Ibrahim adalah Ketua PP Muhammadiyah yang kedua, menjabat pada tahun 1923 – 1933.

3. KH. Mas Mansyur
Kiai Haji Mas Mansoer (lahir di Surabaya25 Juni 1896 – meninggal di Surabaya, 25 April 1946 pada umur 49 tahun) adalah seorang tokoh Islam dan pahlawan nasional Indonesia. Dia dikenal sebagai imam tetap dan khatib di Masjid Ampel, suatu jabatan terhormat pada saat itu. Pada tahun 1921, Mas Mansoer masuk organisasi Muhammadiyah. Aktivitas Mas Mansoer dalam Muhammadiyah membawa angin segar dan memperkokoh keberadaan Muhammadiyah sebagai organisasi pembaharuan. Tangga-tangga yang dilalui Mas Mansur selalu dinaiki dengan mantap. Hal ini terlihat dari jenjang yang dilewatinya, yakni setelah Ketua Cabang Muhammadiyah Surabaya, kemudian menjadi Konsul Muhammadiyah Wilayah Jawa Timur. Puncak dari tangga tersebut adalah ketika Mas Mansur menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah pada tahun 1937-1943.


Ki Bagoes Hadikoesoemo atau Ki Bagus Hadikusumo (lahir di Jogjakarta24 November 1890 – meninggal di Jakarta4 November 1954 pada umur 63 tahun) adalah seorang tokoh BPUPKI. Ia dilahirkan di kampung Kauman dengan nama R. Hidayat pada 11 Rabi'ul Akhir 1308 H (24 November 1890). Ki Bagus adalah putra ketiga dari lima bersaudara Raden Kaji Lurah Hasyim, seorang abdi dalem putihan (pejabat) agama Islam di Kraton Yogyakarta. Pada tahun 1937, Ki Bagus diajak oleh Mas Mansoer untuk menjadi Wakil Ketua PP Muhammadiyah. Pada tahun 1942, ketika KH Mas Mansur dipaksa Jepang untuk menjadi ketua Putera(Pusat Tenaga Rakyat), Ki Bagus menggantikan posisi ketua umum yang ditinggalkannya. Posisi ini dijabat hingga tahun 1953.

5.  AR. Sutan Mansur
Ahmad Rasyid Sutan Mansur.jpg
Ahmad Rasyid Sutan Mansur atau lebih dikenal sebagai AR Sutan Mansur lahir di ManinjauSumatera Barat15 Desember 1895 – meninggal 25 Maret 1985 pada umur 89 tahun adalah seorang tokoh dan pemimpin Muhammadiyah. Tahun 1923 dia menjadi guru serta mubaligh Muhammadiyah. Ketika berlangsung Kongres Muhammadiyah ke-32 di Purwokerto tahun 1953, dia terpilih sebagai Ketua Pusat Pimpinan (PP) Muhammadiyah. Tiga tahun berikutnya yakni pada Kongres ke-33 di Palembang, dia terpilih kembali sebagai ketua PP Muhammadiyah. Lantas pada kongres ke-35 tahun 1962 di Yogyakarta, Sutan Mansur diangkat sebagai Penasehat PP Muhammadiyah sampai 1980.

6.  KH. Ahmad Badawi
KH Ahmad Badawi.jpg
KH Ahmad Badawi (lahir di Yogyakarta5 Februari 1902 – meninggal di Yogyakarta25 April 1969 pada umur 67 tahun), adalah mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 1962-1965.

7. KH. Faqih Usman
Kyai Haji Fakih Usman (juga ditulis Faqih Usman; lahir 2 Maret 1904 – meninggal 3 Oktober 1968 pada umur 64 tahun) merupakan seorang pemimpin Islam Indonesia. Dia menjadi Menteri Agama pada dua kesempatan: pertama, dengan Kabinet Halimsaat Republik Indonesia merupakan bagian dari Republik Indonesia Serikat, dan kedua sebagai Menteri Agama dengan Kabinet Wilopo. Pada tahun 1925 dia bergabung dengan Muhammadiyah dan menjadi ketua cabang Surabaya pada tahun 1938. Dia berjasa sebagai wakil ketua di bawah beberapa pemimpin sebelum dijadikan Ketua Umum Muhammadiyah pada akhir tahun 1968, beberapa hari sebelum dia meninggal.

8.  KH. AR. Fachruddin
AR-Fakhruddin.jpg

Kyai Haji Abdul Rozak Fachruddin (lahir di PakualamanYogyakarta14 Februari 1916 – meninggal di SoloJawa Tengah17 Maret 1995 pada umur 79 tahun) adalah seorang ketua umum Muhammadiyah. Ia dikenal dengan sebutan A.R. Fachruddin atau nama panggilan lainnya adalah Pak A.R. Abdul Rozak Fachruddin dikenal sebagai ketua umum Muhammadiyah yang paling lama, yaitu 22 tahun (1968-1990).

9.  Prof. Dr. H. Amien Rais
Berkas:Amien rais.jpg
Prof. Dr. H. Amien Rais (lahir di SoloJawa Tengah26 April 1944; umur 68 tahun) adalah politikus Indonesia yang pernah menjabat sebagai Ketua MPR periode 1999 - 2004. Jabatan ini dipegangnya sejak ia dipilih oleh MPR hasil Pemilu 1999 pada bulan Oktober 1999. Amien dibesarkan dalam keluarga aktivis Muhammadiyah. Orangtuanya, aktif di Muhammadiyah cabang Surakarta. Masa belajar Amien banyak dihabiskan di luar negeri. Amie Rais menjabat Ketua PP Muhammadiyah pada tahun 1995 – 1998.


Prof. Dr. Sirajuddin Syamsuddin, atau dikenal dengan Din Syamsuddin (lahir di Sumbawa BesarNusa Tenggara Barat31 Agustus 1958; umur 53 tahun), adalah seorang politisi yang saat ini menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2005-2010. Istrinya bernama Fira Beranata, dan memiliki 3 orang anak. Din pernah berkarier di birokrasi menduduki jabatan sebagai Direktur Jenderal Binapenta Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia. Sedangkan dalam kegiatan organisasi, Din pernah menjabat sebagai Ketua DPP Sementara Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (1985), Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah (1989-1993), Wakil Ketua PP Muhammadiyah (2000-2005), Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan Ketua Litbang Golongan Karya.


PENYEMBELIHAN HEWAN QURBAN 1437 H DI SD MUH 1 REMU